SEJARAH
DESA SEKUMPUL
Desa
Sekumpul terletak di Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng adalah desa yang
strategis baik dilihat dari letak Geografis . Secara Geografis terletak didaerah pegunungan
dengan tofografi yang berbukit-bukit dengan curah hujan yang
intensitasnya sangat tinggi adalah
daerah yang sangat subur sehingga sangat memungkinkan segala bentuk tanaman
tumbuh di desa ini. Dan kenyataan ini
membuktikan bahwa desa ini memiliki
kondisi lahan yang sangat subur baik dari aspek perkebunan dan
pertaniannya. Terbukti tanaman cengkeh dan kopi menjadi primadona petani kini
menuai hasil yang sangat memuaskan.
Secara
pasti sejarah Desa Sekumpul secara tertulis dalam bentuk prasasti memang tidak
ada. Ini hanya bermula dari ceritera tetua –tetua dan tokoh-tokoh desa secara
turun-temurun dari generasi ke generasi dan secara harfiah dapat diterima . Sejarah
awal terbentuknya Desa Sekumpul bermula dari beberapa Penduduk Gunung Sari
(Desa Lemukih ) yang berusaha untuk mencari lahan untuk bercocok tanam dan
menggembala sapi/lembu. Lalu menemukan lokasi yang dirasakan cocok walau berada
agak jauh dari lokasi tempat tinggalnya. Setelah lokasi atau tempat yang
menjadi lahan pertanian tanamannya tumbuh subur dan panennya berlimpah lalu
berniat untuk membuat suatu gubuk/ pondok tempat beristirahat atau menginap
apabila merasa kelelahan dalam bekerja.
Karena dirasakan nyaman, aman dan betah
tinggal dalam pondokan/gubuk tersebut
maka memiliki niat pula untuk
tinggal menetap dilokasi dimaksud. Karena lokasi yang subur dan panen panen
yang berlimpah banyak pula penduduk lainnya yang ingin ikut membuka lahan untuk
bercocok tanam. Satu persatu warga penduduk sekitarnya yang meninggalkan
desanya untuk ikut tinggal menetap dan membuka lahan pertanian . Ada juga penduduk dari Desa Sudaji, Desa Bebetin dan dari
Warga Karangasem ikut tinggal dan menetap di Desa ini. Sehingga lokasi ini
menjadi ramai, bukan lagi sebuah pemukiman sementara, tetapi sudah merupakan
sebuah desa yang dihuni oleh warga yang
berasal dari beragam desa.
Mengingat banyaknya warga yang tinggal menetap dilokasi
ini, timbul inisiatif untuk membuatkan nama Desa. Warga mengadakan suatu paruman yang dihadiri oleh
tokoh tokoh Desa. Melalui perjalanan panjang dan paruman yang alot dan penuh
pertimbangan. Pertimbangan yang paling mendasar adalah mengingat lokasi ini
memiliki hasil pertanian yang dipanen
terkumpul berlimpah dan agar tetap terjaga dan lestari lalu timbul kata SARI
dan KUMPUL. Kata SARI yang berarti hasil
dari bercocok taman/perkebunan dan KUMPUL berarti menyatu dan tak pernah surut atau berkurang. Maka
SARI KUMPUL nama yang dirasakan pas dan sesuai dengan kondisi yang ada. Sejak itulah nama tempat ini disebut Sari
Kumpul. Secara kewilayahan saat itu
masih menjadi bagian dari Desa Gunung Bongga
(Desa Galungan). Hal ini dikarenakan penduduk yang menempati desa ini
berasal dari Desa Galungan lebih dekat. Lama kelamaan makin bertambah warga berdatangan ikut
menempati wilayah ini. Seiring berjalannya waktu kata SARI KUMPUL
berkonotasi menjadi SEKUMPUL. Karena
dirasakan warganya sudah banyak, maka para tokoh tokoh desa mengadakan suatu
paruman untuk menentukan lokasi yang ditempatinya dan ingin membentuk desa yang
mandiri. Sejak tahun 1912 Desa Sekumpul
berdiri sendiri, dan memiliki pemerintahannya sendiri.
Bapa Candri pada saat itu didaulat menjadi Perbekel
Pertama yang menjabat di Desa ini. Dalam perjalanannya tercatat yang pernah
menjabat sebagai Perbekel adalah sebagai berikut :
Secara adat, antara Desa Lemukih, Desa Galungan dan Desa Sekumpul masih menjadi satu kesatuan. Hal ini dibuktikan secara Adat bahwa pada saat desa Lemukih ada Upacara Piodalan di Pura Desa, tujuh hari sebelum upacara berlangsung Prajuru Desa Lemukih menyampaikan Uleman (Undangan) kepada Prajuru Desa Galungan, dan Desa Sekumpul. Pas pada saat puncak acara piodalan secara beriringan warga Desa Galungan dan Desa Sekumpul datang berduyun-duyun datang ke Desa Lemukih (maturan sampai menginap/makemit ) di Pura Desa Lemukih selama dua malam. Dengan membawa segenap peralatan upacara dan upakara. Menurut para sesepuh/tetua Desa bahwa leluhur ketiga Desa ini adalah Bersaudara. Leluhur Desa Lemukih adalah yang paling tua, kemudian leluhur Desa Galungan, terakhir Leluhur Desa Sekumpul. Sebelum pelaksanaan upacara di Desa Lemukih selesai maka di desa Galungan dan Sekumpul tidak diperkenankan melakukan upacara pujawali di pura desanya masing masing.
ASPEK HUKUM
1. UMUM
Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 72 Tahun 2006 tentang Desa menjadikan Definisi Desa sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayanh yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal
usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada dasarnya kebijakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
diarahkan untuk menjalankan fungsi Pemerintah
yang hakiki yakni memberikan pelayanan masyarakat guna mewujudkan rasa
keadilan,melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
serta pemberdayaan masayarakat dalam rangka mewujudkan kemandirian.
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dilaksanakan oleh
Pemerintahan Desa dan Badan Pemusyawaratan Desa, yang dalam pelaksanaan urusan
Pemerintahan Desa senantiasa dilandasi
prinsip kemitrasejajaran hubungan antara Perbekel dengan BPD sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Sejalan dengan hal tersebut maka sebagai wujud
pertanggungjawaban Pemerintahan kepada Bupati, BPD dan masyarakat, Pemerintah
Desa berkewajiban untuk menyampaikan laporan atas penyelenggaraan Pemerintahan
Desa kepada Bupati,Laporan Pertanggungjawaban
Pemerintah kepada BPD dan
menyusun informasi Penyelenggaraan Pemerintah kepada masyarakat sebagaimana
diamanatkan dalam Peraturan Mentri Nomor 35 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum
Tata Cara Pelaporan dan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
2. DASAR HUKUM
- Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan daerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655).
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
- Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);
- Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Tata cara Pelaporan dan Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintah Desa;
- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Peraturan Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa ;
- Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Organisasi dan tata Kerja Pemerintahan Desa
- Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng nomor 9 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa
- Peraturan Bupati Buleleng nomor 212 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelelolaan Keuangan Desa ;
Mau nanya nih min, mengenai makna dari tradisi mengaburkan?
BalasHapusTerimakasih 🙏
Maaf maksidnma megeburan
HapusMageburan dalam bahasa bahasa keseharian adalah saling lempar dengan menggunakan air.tradisi ini adalah aebagaia bentuk kegembiraan teruna teruni karena pelaksanaan upacara piodalan terlaksana dengan tanpa hambatan.dan juga sebagai proses pembersihan diri mengingat tempat prosesi ini adalah merupakan mata air yang keramat dan memikili nilai magis yang tinggi.tak jarang warga luar desa datang ke mata air ini untuk proes pembersihan (mebersih)
BalasHapus